CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Selasa, 23 Desember 2008

MACAM-MACAM SITA

  1. Sita Jaminan
    1. Conservatoir beslag

Penyitaan atas suatu barang untuk menjaga kemungkinan barang-barang tersebut dihilangkan/dipindah tangankan selama perkara belum putus dan belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap, yang meliputi benda bergerak maupun tidak bergerak dengan tujuan melindungi kepentingan penggugat agar gugatannya tidak hampa (illusoir).

    1. Sita Revindicatoir

Sita yang dilakukan terhadap barang/benda yang bergerak milik penggugat sendiri yang ada di tangan / di bawah kekuasaan tergugat dengan melawan hukum.

    1. Sita Marital

Sita yang dilakukan terhadap seluruh barang/benda milik bersama suami isteri yang meliputi benda bergerak dan benda tidak bergerak.

· Hak mengajukan gugatan marital beslag timbul apabila terjadi perceraian;

· Marital beslag harus meliput seluruh harta, baik yang ada di tangan isteri maupun yang ada di tangan suami;

· Marital beslag tidak menjangkau harta pribadi sepanjang harta pribadi itu berada di tangan tergugat;

· Permohonan sita marital yang diajukan secara parcial/sebagian-sebagian tidak dapat diterima.

    1. Sita Persamaan

Sita yang dilakukan atas barang-barang yang terhadapnya telah diletakkan sita yang lain atau terhadap barang-barang yang digunakan, karena barang-barang tersebut tidak dapat lagi diletakkan sita jaminan.

    1. Sita atas surat-surat berharga

Sita yang dilakukan atas surat-surat berharga seperti tabungan, cek, saham, obligasi, wesel, dll.

    1. Rejdende beslag

Bentuk khusus dari sita jaminan yang ditandai dengan kekhususan dari segi objek sitaan, penjagaan, serta pengawasan sitaan tersebut. Objek sita ini adalah harta tergugat dalam bentuk perusahaan, hakekatnya objek sitaan ini adalah barang-barang tidak bergerak.

    1. Sita atas pihak ketiga

Sita terhadap barang-barang yang berada ditangan pihak ketiga dengan maksud untuk menghindari itikad tidak baik tergugat denga cara menitipkannya kepada pihak ketiga.

  1. Sita Eksekusi

Sita yang dilakukan setelah perkara mempunyai kekuatan hukum yang tetap atas barang-barang yang belum diletakkan sita jaminan, sedangkan terhadap barang-barang yang sebelumnya telah diletakkan sita maka ketika putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka sita tersebut otomatis menjadi sita eksekusi.

Perbedaan sita jaminan dengan sita eksekusi :

· Sita jaminan dimaksudkan agar gugatan tidak hampa, sedangkan sita eksekusi dimaksudkan agar harta tersebut dapat dilelang guna memenuhi pelaksanaan putusan;

· Sita jaminan hanya bisa dilakukan sebelum putusan punya kekuatan hukum tetap,sedangkan sita eksekusi hanya dapat dilakukan setelah putusan punya kekuatan hukum tetap;

· Sita jaminan dapat diterapkan dalam jenis sengketa milik, utang piutang, dan ganti rugi, sedangkan sita eksekusi dapat dilakukan terhadap jenis perkara sengketa utang piutang dan ganti rugi, serta sengketa hak milik yang sebelumnya belum diletakkan sita jaminan;

· Kewenangan memerintahkan sita jaminan ada pada Ketua Majelis, sedangkan sita eksekusi ada pada Ketua Pengadilan.

Persamaan sita jaminan dan sita eksekusi :

· Pelaksanaan dimulai dari barang-barang bergerak, bila belum mencukupi kemudian baru dilakukan terhadap barang-barang tidak bergerak.

· Persamaan dalam tatacara sita.

· Pendaftaran berita acara sita.

· Larangan memindahkan / membebani harta tersita.

· Larangan menyita hewan dan perkakas yang sungguh-sungguh dipakai sebagai alat mata pencaharian.

PEMBAGIAN WARIS MENURUT AL-QUR'AN

JUMLAH bagian yang telah ditentukan Al-Qur'an ada enam macam, yaitu setengah (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua per tiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6). Kini mari kita kenali pembagiannya secara rinci, siapa saja ahli waris yang termasuk ashhabul furudh dengan bagian yang berhak ia terima.

A. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Setengah

Ashhabul furudh yang berhak mendapatkan separo dari harta waris peninggalan pewaris ada lima, satu dari golongan laki-laki dan empat lainnya perempuan. Kelima ashhabul furudh tersebut ialah suami, anak perempuan, cucu perempuan keturunan anak laki-laki, saudara kandung perempuan, dan saudara perempuan seayah. Rinciannya seperti berikut:

1. Seorang suami berhak untuk mendapatkan separo harta warisan, dengan syarat apabila pewaris tidak mempunyai keturunan, baik anak laki-laki maupun anak perempuan, baik anak keturunan itu dari suami tersebut ataupun bukan. Dalilnya adalah firman Allah:
"... dan bagi kalian (para suami) mendapat separo dari harta yang ditinggalkan istri-istri kalian, bila mereka (para istri) tidak mempunyai anak ..." (an-Nisa': 12)

2. Anak perempuan (kandung) mendapat bagian separo harta peninggalan pewaris, dengan dua syarat:

  1. Pewaris tidak mempunyai anak laki-laki (berarti anak perempuan tersebut tidak mempunyai saudara laki-laki, penj.).
  2. Apabila anak perempuan itu adalah anak tunggal. Dalilnya adalah firman Allah: "dan apabila ia (anak perempuan) hanya seorang, maka ia mendapat separo harta warisan yang ada". Bila kedua persyaratan tersebut tidak ada, maka anak perempuan pewaris tidak mendapat bagian setengah.

3. Cucu perempuan keturunan anak laki-laki akan mendapat bagian separo, dengan tiga syarat:

  1. Apabila ia tidak mempunyai saudara laki-laki (yakni cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki).
  2. Apabila hanya seorang (yakni cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki tersebut sebagai cucu tunggal).
  3. Apabila pewaris tidak mempunyai anak perempuan ataupun anak laki-laki.

Dalilnya sama saja dengan dalil bagian anak perempuan (sama dengan nomor 2). Sebab cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki sama kedudukannya dengan anak kandung perempuan bila anak kandung perempuan tidak ada. Maka firman-Nya "yushikumullahu fi auladikum", mencakup anak dan anak laki-laki dari keturunan anak, dan hal ini telah menjadi kesepakatan para ulama.

4. Saudara kandung perempuan akan mendapat bagian separo harta warisan, dengan tiga syarat:

  1. Ia tidak mempunyai saudara kandung laki-laki.
  2. Ia hanya seorang diri (tidak mempunyai saudara perempuan).
  3. Pewaris tidak mempunyai ayah atau kakek, dan tidak pula mempunyai keturunan, baik keturunan laki-laki ataupun keturunan perempuan.

Dalilnya adalah firman Allah berikut:

"Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: 'Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaituj: jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya ...'" (an-Nisa': 176)

5. Saudara perempuan seayah akan mendapat bagian separo dari harta warisan peninggalan pewaris, dengan empat syarat:

  1. Apabila ia tidak mempunyai saudara laki-laki.
  2. Apabila ia hanya seorang diri.
  3. Pewaris tidak mempunyai saudara kandung perempuan.
  4. Pewaris tidak mempunyai ayah atau kakak, dan tidak pula anak, baik anak laki-laki maupun perempuan.

Dalilnya sama dengan Butir 4 (an-Nisa': 176), dan hal ini telah menjadi kesepakatan ulama.

B. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Seperempat

Adapun kerabat pewaris yang berhak mendapat seperempat (1/4) dari harta peninggalannya hanya ada dua, yaitu suami dan istri. Rinciannya sebagai berikut:

1. Seorang suami berhak mendapat bagian seperempat (1/4) dari harta peninggalan istrinya dengan satu syarat, yaitu bila sang istri mempunyai anak atau cucu laki-laki dari keturunan anak laki-lakinya, baik anak atau cucu tersebut dari darah dagingnya ataupun dari suami lain (sebelumnya). Hal ini berdasarkan firman Allah berikut:

"... Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya É" (an-Nisa': 12)

2. Seorang istri akan mendapat bagian seperempat (1/4) dari harta peninggalan suaminya dengan satu syarat, yaitu apabila suami tidak mempunyai anak/cucu, baik anak tersebut lahir dari rahimnya ataupun dari rahim istri lainnya. Ketentuan ini berdasarkan firman Allah berikut:

"... Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak ..." (an-Nisa': 12)

Ada satu hal yang patut diketahui oleh kita --khususnya para penuntut ilmu-- tentang bagian istri. Yang dimaksud dengan "istri mendapat seperempat" adalah bagi seluruh istri yang dinikahi seorang suami yang meninggal tersebut. Dengan kata lain, sekalipun seorang suami meninggalkan istri lebih dari satu, maka mereka tetap mendapat seperempat harta peninggalan suami mereka. Hal ini berdasarkan firman Allah di atas, yaitu dengan digunakannya kata lahunna (dalam bentuk jamak) yang bermakna 'mereka perempuan'. Jadi, baik suami meninggalkan seorang istri ataupun empat orang istri, bagian mereka tetap seperempat dari harta peninggalan.

C. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Seperdelapan

Dari sederetan ashhabul furudh yang berhak memperoleh bagian seperdelapan (1/8) yaitu istri. Istri, baik seorang maupun lebih akan mendapatkan seperdelapan dari harta peninggalan suaminya, bila suami mempunyai anak atau cucu, baik anak tersebut lahir dari rahimnya atau dari rahim istri yang lain. Dalilnya adalah firman Allah SWT:

"... Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuh, wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu ..." (an-Nisa': 12)

D. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Bagian Dua per Tiga

Ahli waris yang berhak mendapat bagian dua per tiga (2/3) dari harta peninggalan pewaris ada empat, dan semuanya terdiri dari wanita:

  1. Dua anak perempuan (kandung) atau lebih.
  2. Dua orang cucu perempuan keturunan anak laki-laki atau lebih.
  3. Dua orang saudara kandung perempuan atau lebih.
  4. Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih.

Ketentuan ini terikat oleh syarat-syarat seperti berikut:

1. Dua anak perempuan (kandung) atau lebih itu tidak mempunyai saudara laki-laki, yakni anak laki-laki dari pewaris. Dalilnya firman Allah berikut:
"... dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua per tiga dari harta yang ditinggalkan ..." (an-Nisa': 11)

Ada satu hal penting yang mesti kita ketahui agar tidak tersesat dalam memahami hukum yang ada dalam Kitabullah. Makna "fauqa itsnataini" bukanlah 'anak perempuan lebih dari dua', melainkan 'dua anak perempuan atau lebih', hal ini merupakan kesepakatan para ulama. Mereka bersandar pada hadits Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim yang mengisahkan vonis Rasulullah terhadap pengaduan istri Sa'ad bin ar-Rabi' r.a. --sebagaimana diungkapkan dalam bab sebelum ini.

Hadits tersebut sangat jelas dan tegas menunjukkan bahwa makna ayat itsnataini adalah 'dua anak perempuan atau lebih'. Jadi, orang yang berpendapat bahwa maksud ayat tersebut adalah "anak perempuan lebih dari dua" jelas tidak benar dan menyalahi ijma' para ulama. Wallahu a'lam.

2. Dua orang cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki akan mendapatkan bagian dua per tiga (2/3), dengan persyaratan sebagai berikut:

  1. Pewaris tidak mempunyai anak kandung, baik laki-laki atau perempuan.
  2. Pewaris tidak mempunyai dua orang anak kandung perempuan.
  3. Dua cucu putri tersebut tidak mempunyai saudara laki-laki.

3. Dua saudara kandung perempuan (atau lebih) akan mendapat bagian dua per tiga dengan persyaratan sebagai berikut:

  1. Bila pewaris tidak mempunyai anak (baik laki-laki maupun perempuan), juga tidak mempunyai ayah atau kakek.
  2. Dua saudara kandung perempuan (atau lebih) itu tidak mempunyai saudara laki-laki sebagai 'ashabah.
  3. Pewaris tidak mempunyai anak perempuan, atau cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki. Dalilnya adalah firman Allah:

    "... tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua per tiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal ..." (an-Nisa': 176)

4. Dua saudara perempuan seayah (atau lebih) akan mendapat bagian dua per tiga dengan syarat sebagai berikut:

  1. Bila pewaris tidak mempunyai anak, ayah, atau kakek.
  2. Kedua saudara perempuan seayah itu tidak mempunyai saudara laki-laki seayah.
  3. Pewaris tidak mempunyai anak perempuan atau cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki, atau saudara kandung (baik laki-laki maupun perempuan).

Persyaratan yang harus dipenuhi bagi dua saudara perempuan seayah untuk mendapatkan bagian dua per tiga hampir sama dengan persyaratan dua saudara kandung perempuan, hanya di sini (saudara seayah) ditambah dengan keharusan adanya saudara kandung (baik laki-laki maupun perempuan). Dan dalilnya sama, yaitu ijma' para ulama bahwa ayat "... tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua per tiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal ..." (an-Nisa': 176) mencakup saudara kandung perempuan dan saudara perempuan seayah. Sedangkan saudara perempuan seibu tidaklah termasuk dalam pengertian ayat tersebut. Wallahu a'lam.

KINERJA TRAKTOR TANGAN UNTUK PENGOLAHAN TANAH

ABSTRACT

This research is conducted in May until June 2005 in Kayu Jao Batang Barus, Subdistrict Gunung Talang, Regency Solok, and Faculty of Agriculture of Andalas University. The tool that is used in this research is 1 unit of hand tractor, moldboard plow, stopwatch, fuel, oil, ring sample, penetrometer, tachometer and others. The result from this research is ( a) speed of tractor in wet land is slower than in dry land, ( b) the slip of wheel tractor in wet land is bigger then in dry land, ( c) there is tendency the value of field capacity in wet land is slower than in dry land, ( d) the increase of speed work hence have effect to increase fuel consumption, and (e) the increase of fuel consumption have effect to increase mechanical power of tractor. Key Words : Hand Tractor, Speed of Soil Tillage, Wet Land, Dry Land.

Pendahuluan
Sebahagian besar penduduk Indonesia hidup dari sektor pertanian yaitu lebih 51 persen, tersebar di seluruh pelosok kepulauan Nusantara (BPS, 2003). Oleh karena itu, sektor pertanian selalu mendapatkan prioritas utama dalam melaksanaan pembangunan di Indonesia. Pembangunan di sektor pertanian oleh pemerintah bertujuan pada pengadaan dan peningkatan pangan yang berkecukupan.
Pengolahan tanah umumnya masih didominasi oleh penggunaan cangkul (secara manual) oleh tenaga manusia dan alat bajak yang ditarik oleh tenaga ternak. Dengan penggunaan tenaga manusia dan tenaga ternak akan mengakibatkan produksi pertanian rendah dan waktu yang lama bila dibandingkan dengan penggunaan tenaga mekanis seperti traktor terutama sebagai sumber tenaga penarik bajak dan alat pertanian lainnya.Penggunaan traktor sebagai sumber tenaga dalam pengolahan tanah, diharapkan dapat mengurangi waktu dan biaya yang diperlukan untuk proses pengolahan tanah, kapasitas kerja menjadi lebih tinggi dan pendapatan petani bertambah, sehingga dapat dilaksanakan usaha intensifikasi dan ekstensifikasi yang sempurna (Hardjosoediro, 1983).Kecepatan dalam pengolahan tanah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kapasitas kerja efektif yang dapat dicapai dalam pengolahan tanah. Kapasitas kerja efektif adalah faktor yang menentukan besarnya biaya penggunaan alat persatuan luas. Mengingat pentingnya pengolahan tanah di lahan kering dan lahan basah sebagai suatu tindakan yang ikut menentukan keberhasilan suatu tanaman dan pendapatan bagi petani, perlu kiranya perlu dikaji pengaruh berbagai kecepatan kerja di lahan kering dan lahan basah terhadap slip roda traktor, kapasitas kerja efektif, dan besarnya konsumsi bahan bakar. Tujuan dari penelitian ini adalah (a) mempelajari pengaruh slip roda traktor pada lahan kering dan lahan basah, (b) mempelajari besarnya kapasitas kerja efektif traktor tangan untuk pengolahan tanah pada lahan kering dan lahan basah pada beberapa kecepatan kerja, dan (c) mempelajari pengaruh kecepatan kerja terhadap konsumsi bahan bakar dan daya mekanis traktor.